Tuesday, April 30, 2013

Debu

Bukan debu bahasa Indonesia tapi bahasa Jepang, yang berarti Ndut! (Gemuk, gendut). Kata ini merupakan bahasa ejekan yang biasa dipakai untuk menyakiti hati orang lain. Dan kata ini sering diterima anakku. Memang kenyataan bahwa badannya besar, sampai pemda merasa perlu untuk memeriksa kesehatan anakku. Hasilnya: semua sehat, hanya berat badan berlebih. Dan aku memang tidak bisa berkata apa-apa lagi karena aku juga "debu".

Tadi pagi dia minta aku menulis ke gurunya untuk membebaskan dia dari kewajiban mengikuti pelajaran olah raga. Sekolahnya akan mengadakan acara Olahraga nanti tanggal 1 Juni, sehingga hampir setiap hari dipakai untuk berlatih dan mempersiapkan acara itu. Dan anakku harus lari 100 m. Aku tahu dia tidak suka menjadi yang terakhir, dan kami berdua menetapkan bahwa dia HARUS tetap ikut olahraga. Karena tidak baik berlari dari kenyataan. Bahwa hasilnya jelek, itu apa boleh buat.

Dia menangis di kamar. Lalu aku dekati dia. Bertanya kenapa dia menangis. Apakah dia ditertawakan dan diejek teman-temannya? Ternyata memang ada SATU teman yang mengatai dia "Debu", dan teman ini memang selama 4 tahun belum pernah sekelas dengan R. Lalu aku katakan, "Oh si HG yang selalu menjadi masalah di kelas? Apakah dia pintar bahasa dan matematika?" Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Kita harus bisa menerima kekurangan kita, tapi dengan mengasah kelebihan kita. Tidak ada manusia yang 100 oersen bisa semua. Tidak ada manusia yang sempurna. Tapi manusia juga tidak boleh lari dari kenyataan bahwa dia bukan manusia yang sempurna.

Setelah berbicara sekitar 15 menit, akhirnya anakku punya semangat lagi untuk ke sekolah. Dan yang membanggakan dia berkata, "Kalau si HG mengatai aku sampai tiga kali, kali ke empat aku akan pukul dia!"
"Yesss... pukul saja! TAPI kalau dia ejek... kalau tidak ya tidak usah. Kamu anak kristen. Kamu harus ingat kata Yesus bahwa ... Jika kamu dipukul pipi kirimu, berikanlah juga pipi kananmu. Sedapat mungkin bersabarlah nak..."

Semoga Roh Kudus menerangi anakku hari ini, dan dapat bersabar menghadapi semua ejekan.

Thursday, April 25, 2013

Berbuat Baik

Kemarin ada seseorang teman yang menulis, "Sudahkah Anda berbuat baik hari ini?" Dan kujawab.... "Belum, seharian di rumah saja sih..."
Lalu kupikir ya kalau di rumah saja, tidak berinteraksi dengan orang lain, bagaimana bisa berbuat baik?

Tiba-tiba malam hari, tukang koranku mengebel untuk menagih uang langganan. Waktu kubuka pintu, hujan sudah membasahi semua lantai di teras lantai 4. Wah hujan lebat.
"Wah hujan, gokurosama..."
"Iya tiba-tiba saja....."
Lalu kubayar dia. "Kamu tidak bawa kappa (jas hujan)"
"Tidak... saya sangka hari ini sudah tidak akan hujan.... Mau ambil ke kantor jauh sih"

"Waduh kalau tidak ada jas hujan kan bisa basah kuyub...." Sedangkan dia membawa kertas-kertas pembungkus koran bekas yang harus dibagikan.
Lalu aku teringat ada jas hujan murah yang kubeli untuk persediaan jika terpaksa naik sepeda dalam hujan. Ukuran dewasa.

"Sebentar ya, mungkin ada jas hujan 100- yen an..."
"Tidak usah Miyashita san..."

Dan ketemu! Kuberikan padanya, dan berkata, "Tidak usah kembalikan karena itu murah kok... hanya 100 yen (padahal lebih dari 100 yen sekitar 500 yen...tapi aku tahu kalau tidka kubilang begitu dia tidak mau terima)

Sambil tersenyum dia mengucapkan terima kasih....

Ah, aku sudah berbuat kebaikan malam ini. Senang rasanya...

Baru setelah kututup pintu kubayangkan jika anakku bekerja part time menjadi loper koran di kemudian hari... lalu mengalami hal yang sama, tiba-tiba kehujanan....

Lalu Kai berkata....
"Emang berapa harganya...."
"100 yen"
"100 yen kan mahal...."
"Tidak mahal... tapi yang penting dia perlu....
Kita harus berbuat baik kepada siapa saja. Sehingga orang juga akan baik kepada kita... atau kepada anak-anak kita.
Lalu Riku berkata, "Iya aku tahu... harus selalu berusaha berbuat baik kan?"

Riku yang pemurah
Kai yang pelit dan kritis
ANak-anakku yang akan menghadapi hidup di masa depan yang lebih sulit lagi

Sudahkah Anda berbuat baik hari ini?

Friday, April 05, 2013

Kurt Vonnegut



I write like
Kurt Vonnegut
I Write Like by Mémoires, journal software. Analyze your writing!




In his book Bagombo Snuff Box: Uncollected Short Fiction, Vonnegut listed eight rules for writing a short story:
  1. Use the time of a total stranger in such a way that he or she will not feel the time was wasted.
  2. Give the reader at least one character he or she can root for.
  3. Every character should want something, even if it is only a glass of water.
  4. Every sentence must do one of two things—reveal character or advance the action.
  5. Start as close to the end as possible.
  6. Be a Sadist. No matter how sweet and innocent your leading characters, make awful things happen to them—in order that the reader may see what they are made of.
  7. Write to please just one person. If you open a window and make love to the world, so to speak, your story will get pneumonia.
  8. Give your readers as much information as possible as soon as possible. To hell with suspense. Readers should have such complete understanding of what is going on, where and why, that they could finish the story themselves, should cockroaches eat the last few pages.


Dan nomor 7 & 8 itu aku banget!!! :D