Saturday, October 16, 2010

Obat

Happening deh. Aku sudah siap mengajar. Tiba-tiba sebelum pukul 8, Riku lapor ke aku bahwa perut kanan bawahnya sakit. Batuknya memang kelihatan tambah hebat, tapi masih tolerable. Aku tanya, mau ke dokter? Mau, katanya.

Kalau Riku sampai mau ke dokter, berarti memang benar sakit. bukan pura-pura, meskipun memang dia tidak takut dokter. Aku cuma teringat saat aku umur 13 tahun dan harus menderita karena usus buntu. Jangan deh, aku tidak mau anakku menderita menahan sakit. Kalau bisa jnagan dioperasi, pakai obat saja. Jadi aku sepakat mengantar dia ke dokter. Bolos deh ngajarnya..... (demi anak)

Tapi karena dia mengharapkan dapat penghargaan tanpa absen seharipun, maunya dia ambil absensi dulu, baru ke dokter. Jadi aku ikut bersama dia ke sekolah dan lapor ke gurunya bahwa dia mau ke dokter. Gurunya juga bilang lebih baik ke dokter, dan karena hari ini penerimaan raport, jadi tidak terlalu sulit pelajarannya.

Kami langsung ke RS. Waktu itu masih pukul 9:10 pagi. Biasanya dokter anak itu banyak yang antri, jadi aku siap-siap saja tunggu lama di situ. Eh  tau-tau sepiiii banget, sehingga kami bisa langsung dilayani. Sepertinya dokter saat itu hanya sebagai dokter pengganti, jadi tidak ada yang membuat komitment pagi itu.

Tapi lumayan baik dokternya dan dia memberikan obat untuk Riku berbentuk tablet, karena berat badannya sudah cukup dianggap anak besar. Ada 4 tablet dan 1 bubuk. Riku minum tablet itu tanpa tersedak, muntah. Hebat emang si Riku kalau urusan dokter, RS dan obat.


Yang senang tentu Kai, karena dia bisa bermain di rumah bersama mama tercinta...hahaha.

Excursion

Kamis, 14 Okt. Aku musti mengajar di Waseda. Ya memang aku terlambat membangunkan Kai. Riku dna papanya sudah pergi (sekitar jam 8) jadi waktu persiapannya pendek. Padahal hari itu Kai harus sudah berada di Penitipan Himawari pukul 9 pagi. Karena mereka akan mengadakan excursion, perjalanan kecil untuk memanen ubi kayu. Untuk ke ladangnya mereka harus naik kereta dan berjalan kurang lebih 15 menit dari Stasiun. Untuk anak-anak sekecil itu sudah merupakan perjalanan yang melelahkan.

MasalahnyaKai tidak mau berangkat, biarpun aku sudah bribe dengan coklat segala. Tetap mau tinggal di rumah denganku. Wah aku bingung, dan menangis, merajuk tidak mau bicara dengan dia. Tiba-tiba dia bilang mau pergi. Tapi aku lihat jam sudah pukul 9, jadi kita sudah terlambat. Aku telepon gurunya dan bilang bahwa Kai tidak ikut excursion itu. Tapi gurunya bilang, kalau bisa sampai dalam 10 menit, biar kami tunggu. Ternyata waktu aku mau menyuruh Kai pakai sepatu, dia mulai merajuk lagi dan tidak mau pergi. Duh susah deh.

Akhirnya kami sampai pukul 9:20. Di kejauhan aku lihat kepala Himawari ada di bawah dan seakan mencari kami. Ternyata mereka terus menunggu kami datang... duh kasian deh. Padahal aku sudah hopeless dan meninggalkan ransel dan botol minuman Kai di rumah, karena tahu pasti tidak bisa ikut. Setelah dibujuk dan dijemput oleh Take-chan, teman akrabnya Kai, akhirnya dia mau juga berjalan ke barisan yang sedang menuju ke stasiun.

Untung sekali aku tidak perlu ke stasiun yang sama untuk pergi ke Waseda. Cepat-cepat aku parkir sepeda, dan naik bus. Untung Waseda dekat, sehingga bisa sampai dalam 1 jam, tanpa harus terlambat.

Selesai mengajar aku mampir ke toko 100 yen di St Takadanobaba membeli mainan pesanan Riku. Persis pukul 2:45 aku mendapat telepon dari Riku masuk ke inbox aku , katanya,"Mama aku sudah di rumah. sekarang jam 2:45. Jangan khawatir ya" Duuuh begitu mendengar "Jangan khawatirnya" itu aku jadi terharu. Ah, anakku ini sudah besar dan tahu bahwa mamanya khawatir akan dirinya.

Cepat-cepat aku pulang, sambil belanja-belanja. Akhirnya sampai di rumah jam 4:30 juga. Kai membawakan ubi kayu hasil galiannya. Kata gurunya, banyak anak balita yang takut bermain tanah, tapi Kai tidak, jadi Kai banyak membantu menggali tanah dan menemukan ubi kayu itu. Duh itu satsuma imo (ubi kayu) besaar euy.

Hari ini akhirnya berakhir dengan damai. Aku juga tidak masak karena Gen tidak makan di rumah. Anak-anak aku belikan mac donalds.

Saturday, October 09, 2010

the sound will never vanished

一度鳴らした音は永遠に消えない。

Black Jack.... naik pesawat bersama seorang violist terkenal. Pesawat jatuh dan penumpang semua panik. Kemudian violist itu memainkan lagu dengan biolanya, dan menenangkan penumpang dengan lagunya.

Penumpang diminta keluar pesawat tanpa membawa barang. Mereka jatuh di daerah pegunungan waktu fubuki, salju bertiup dasyat. Si Violist tetap bersikeras membawa biolanya. Namun akibat keteledoran seorang penumpang yang membawa minuman keras dalam wadah aluminium yang terlepas dan mengenai Piko-chan asisten si Black Jack. Piko-chan jatuh dan tergelinding menuju lembah. Violist menolong Piko-chan tapi akibatnya bilanya terlepas dari ikatan di badannya. Hilang!

Piko chan tertolong tapi violist itu kehilangan biola yang sama juga dengan separuh nyawanya. Dia bersikeras mencari biolanya dalam hujan salju, yang akibatnya tangannya bengkak membeku. Black Jack yang dokter bedah mau menolong tapi tidak bisa karena dia tidak mempunyai tas dokternya (tidak boleh dibawa). Black Jack sempat kembali ke pesawat untuk mengambil tasnya tapi akibatnya malah pesawat itu masuk ke dalam jurang.

Jari-jari violist terpaksa dipotong dan sudah pasti dia tidak bisa memainkan biolanya lagi. Saat ini dia mengatakan: "Dokter tidak bisa menyembuhkan saya krn tidak membawa tas kedokteran, saya juga tidak berarti apa-apa tanpa biola saya. Ini menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak melepaskan apapun milik penting kita dalam keadaan apapun"

Semua menjadi sedih, tapi seorang Indian yang ikut dalam pesawat mendatangi violist dan mengatakan ini: "Sekali kamu menghasilkan suara, suara itu takkan pernah hilang".

#today's lesson