Happening deh. Aku sudah siap mengajar. Tiba-tiba sebelum pukul 8, Riku lapor ke aku bahwa perut kanan bawahnya sakit. Batuknya memang kelihatan tambah hebat, tapi masih tolerable. Aku tanya, mau ke dokter? Mau, katanya.
Kalau Riku sampai mau ke dokter, berarti memang benar sakit. bukan pura-pura, meskipun memang dia tidak takut dokter. Aku cuma teringat saat aku umur 13 tahun dan harus menderita karena usus buntu. Jangan deh, aku tidak mau anakku menderita menahan sakit. Kalau bisa jnagan dioperasi, pakai obat saja. Jadi aku sepakat mengantar dia ke dokter. Bolos deh ngajarnya..... (demi anak)
Tapi karena dia mengharapkan dapat penghargaan tanpa absen seharipun, maunya dia ambil absensi dulu, baru ke dokter. Jadi aku ikut bersama dia ke sekolah dan lapor ke gurunya bahwa dia mau ke dokter. Gurunya juga bilang lebih baik ke dokter, dan karena hari ini penerimaan raport, jadi tidak terlalu sulit pelajarannya.
Kami langsung ke RS. Waktu itu masih pukul 9:10 pagi. Biasanya dokter anak itu banyak yang antri, jadi aku siap-siap saja tunggu lama di situ. Eh tau-tau sepiiii banget, sehingga kami bisa langsung dilayani. Sepertinya dokter saat itu hanya sebagai dokter pengganti, jadi tidak ada yang membuat komitment pagi itu.
Tapi lumayan baik dokternya dan dia memberikan obat untuk Riku berbentuk tablet, karena berat badannya sudah cukup dianggap anak besar. Ada 4 tablet dan 1 bubuk. Riku minum tablet itu tanpa tersedak, muntah. Hebat emang si Riku kalau urusan dokter, RS dan obat.
Yang senang tentu Kai, karena dia bisa bermain di rumah bersama mama tercinta...hahaha.
No comments:
Post a Comment