Satu sore di sebuah mal, seorang anak berusia sekitar 8 tahun berlari kecil. Dengan baju agak ketinggalan mode, sandal jepit berlumur tanah, berbinar-binar senyumnya saat dia masuk ke sebuah counter es krim ternama.
Karena tubuhnya tidak terlalu tinggi, dia harus berjinjit di depan lemari kaca penyimpan es krim. Penampilannya yang agak lusuh jelas kontras dibanding lingkungan mal yg megah, mewah, indah dan harum.
“Mbak, Sunday cream berapa?” si bocah bertanya, sambil tetap berjinjit agar pramusaji dapat melihat sedikit kepalanya, yang rambutnya sudah lepek basah karena keringatnya berlari tadi.
“Sepuluh ribu!” yang ditanya menjawab.
Si bocah turun dari jinjitannya, lantas merogoh kantong celananya, menghitung recehan dan beberapa lembar ribuan lusuh miliknya.
Kemudian sigap cepat si bocah menjinjit lagi. “Mbak, kalo Plain cream yang itu berapa?”
Pramusaji mulai agak ketus, maklum di belakang pelanggan yang ingusan ini, masih banyak pelanggan “berduit” lain yang mengantri. “Sama aja, sepuluh ribu!” jawabnya.
Si bocah mulai menatap tangannya di atas kantong, seolah menebak berapa recehan dan ribuan yang tadi dimilikinya.
“Kalau banana split berapa, Mbak?”
“Delapan ribu!” ujar pramusaji itu sedikit menghardik tanpa senyum.
Berkembang kembali senyum si bocah, kali ini dengan binar mata bulatnya yang terlihat senang, “ya, itu aja Mbak, tolong 1 piring”. Kemudian si bocah menghitung kembali uangnya dan memberikan kepada pramusaji yang sepertinya sudah tak sabar itu.
Tidak lama kemudian sepiring banana split diberikan pada si bocah itu, dan pramusaji tidak lagi memikirkannya. Antrian pelanggan yang tampak lebih rapi dan berdandan trendi banyak sekali mengantri.
Detik berlalu menit, dan menit berlalu. Si bocah tak terlihat lagi dimejanya, Cuma bekas piringnya saja. Pramusaji tadi bergegas membersihkan sisa pelanggan lain. Termasuk piring bekas banana split bekas bocah tadi.
Bibirnya sedikit terbuka, matanya sedikit terbebalak. Ketika diangkatnya piring banana split bocah tadi, di baliknya ditemukan 2 recehan 500 rupiah dibungkus selembar seribuan.
Apakah ini?
Tips?
Terbungkus rapi sekali... rapi !
Terduduk si pramusaji tadi, di kursi bekas si bocah menghabiskan Banana splitnya. Ia tersadar, sebenarnya sang bocah tadi bisa saja Menikmati Splain Cream atau Sunday chocolate, tapi bocah itu mengorbankan keinginan pribadinya dengan maksud supaya bisa memberi tips kepada dirinya. Sisa penyesalan tersumbat di kerongkongannya. Disapu seluruh lantai dasar mall itu dengan matanya, tapi bocah itu tak tampak lagi.
No comments:
Post a Comment