Diambil dari Milis Sahabat Museum
Sejak dari bangku Sekolah Dasar kita membaca di buku sejarah, bahwa Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun. Namun berapa banyak yang tahu, kapan tepatnya awal dan akhir penjajahan Belanda tersebut? Selain itu, cukup banyak orang Indonesia -termasuk para "pakar sejarah"- berpendapat, bahwa penjajahan Belanda di Nusantara tidak berlangsung selama 350 tahun, a.l. karena pada zaman VOC, itu bukan penjajahan, karena VOC adalah suatu kongsi dagang. Bahkan ada juga orang Indonesia
yang memuji VOC sebagai suatu perusahaan multinasional yang hebat dan telah mencapai sukses besar.
Memang banyak daerah yang jatuh ke tangan Belanda setelah tahun 1900, seperti Tanah Batak, yang boleh dikatakan dijajah Belanda sejak tewasnya
Singamangaraja XII pada 17 Juni 1907. Demikian juga dengan Kerajaan-kerajaan Bali, yang berakhir dalam Perang Puputan (bertempur sampai mati) Badung tahun 1906, Perang Puputan Kusamba tahun 1908 dan Perang Puputan Klungkung, juga tahun 1908.
Namun apabila melihat bahwa Jakarta/Batavia yang adalah Ibukota Republik Indonesia sebagai simbol negara RI, maka tidak salah apabila ada yang berpendapat, bahwa Nusantara dijajah oleh Belanda dari 30 Mei 1619 - 9 Maret 1942.
Jakarta, 8 Maret 2006
Batara R. Hutagalung
Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda
Website Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB): http://www.kukb.nl
Weblog Batara R. Hutagalung: http://www.batarahutagalung.blogspot.com
================================================================================
9 Maret 1942 Belanda Menyerah Kepada Tentara Jepang:
Akhir Penjajahan Belanda di Nusantara
Batavia, jajahan Belanda pertama di Nusantara
Pada akhir abad 16, Inggris dan Belanda mulai menunjukkan minatnya di wilayah Asia Tenggara dan melakukan beberapa pelayaran ke wilayah ini, antara lain dilakukan oleh James Lancaster tahun 1591, dua bersaudara Frederik dan adiknya, Cornelis de Houtman tahun 1595 dan kemudian tahun 1599, Jacob van Neck tahun 1598. Ketika de Houtman bersaudara tahun 1596 pertama kali tiba di Banten, mereka disambut dengan sangat ramah, demikian juga dengan para pedagang lain, yang setelah itu makin banyak
datang ke Jawa, Sumatera dan Maluku. Sebelum Belanda membuat Batavia menjadi pelabuhan yang merupakan basis perdagangan dan kubu militernya, pelabuhan Banten adalah pelabuhan internasional yang terbesar di kawasan Asia Tenggara dan menjadi pusat perdagangan.
Adalah para pedagang Inggris yang memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia pada 31 Desember 1600 yang dinamakan The Britisch East India Company dan berpusat di Calcutta. Kemudian Belanda menyusul tahun 1602 dan Prancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan French East India Company tahun 1604. Kawasan ini dinamakan India Timur (East Indies), dan kawasan Amerika Selatan dinamakan India Barat (West Indies). Penamaan ini muncul karena ketika Columbus mendarat di San Salvador dalam
pelayaran ke India melalui jalur barat, dia menyangka telah sampai di India dan menamakan penduduknya Indios (bahasa Spanyol, yang artinya orang India), Inggris menyebut sebagai India dan Belanda menyebut Indies. Penamaan yang salah ini digunakan terus sampai sekarang.
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapi masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu itu masih berbentuk Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap suatu negara.
Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
a. Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di
wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens
serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri;
b. Hak kedaulatan (souvereiniteit) sehingga dapat
bertindak layaknya suatu negara untuk:
1. memelihara angkatan perang,
2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri
Belanda,
4. memerintah daerah-daerah tersebut,
5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
6. memungut pajak.
Tahun 1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun ia memilih Jayakarta daripada pelabuhan Banten sebagai basis administrasi VOC, karena pada waktu itu di Banten telah banyak kantor pusat perdagangan orang-orang Eropa lain seperti Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, sedangkan Jayakarta/Sunda Kalapa masih merupakan pelabuhan kecil. Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 - 1611) dan setelah itu menjadi Gubernur
untuk Maluku (1621 - 1623).
Dengan tipu muslihat dan bantuan penguasa setempat, Belanda berhasil mengusir portugis dari wilayah yang mereka kuasai di Maluku, yang sangat kaya akan rempah-rempah, yang mahal harganya di Eropa. Sebutan untuk pedagang kaya di Eropa dahulu adalah "Pfeffersack" (bhs. Jerman, artinya sak/kantong lada)
Pada tahun 1611 VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5 hektar di dekat muara di tepi bagian timur Sungai Ciliwung, yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan Nassau Huis.
Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (1618 - 1623), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan Mauritius Huis, dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta. Dari basis benteng ini pada 30 Mei 1619 Belanda menyerang
tuan rumah, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh pemukiman penduduk.
Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh kota, dan kemudian seluruh Nusantara. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai Nieuwe Hollandia, namun de Heeren Seventien di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi Batavia, untuk mengenang bangsa Batavir, yaitu bangsa Germania yang bermukim di Sungai Rhein yang kini dihuni oleh orang Belanda. Dan nama Batavia ini digunakan oleh Belanda selama lebih dari 300 tahun. Entah sejak kapan, penduduk di kota
Batavia dinamakan -atau menamakan diri- orang Betawi, yang mengambil nama dari Batavia tersebut. Dilihat dari sejarah dan asal-usulnya, jelas penamaan ini keliru.
Dengan demikian, Batavia (Sunda Kalapa, Jayakarta, Jakarta) adalah jajahan Belanda pertama di Nusantara, dan tanggal 30 Mei 1619 dapat ditetapkan sebagai awal penjajahan Belanda.
Perang Dunia II/Perang Asia Pasifik
Perang Dunia II di Eropa dimulai dengan penyerangan Jerman ke Polandia pada 3 September 1939. Jerman memulai penyerbuan ke Belanda tanggal 10 Mei 1940, dengan menerjunkan pasukan payungnya di Mordijk, Doordrecht dan Rotterdam, serta mendaratkan tentaranya di sekitar Den Haag. Pada hari yang sama, tentara Jerman berhasil menembus Peel Line di selatan sungai Maas dan tanggal 11 Mei, pertahanan Belanda dipukul mundur ke barat melalui Tilburg sampai Breda. Siang hari tanggal 12 Mei, tank-tank Jerman telah muncul di batas kota Rotterdam. Tanggal 13 Mei 1940, ratu Belanda Wilhelmina bersama Pemerintah Belanda melarikan diri ke Inggris, dan tanggal 14 Mei, Panglima Tertinggi Tentara Kerajaan Belanda, Jenderal Henri Gerard Winkelman menyerah kepada tentara Jerman.
Jerman hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk menduduki Belanda. Jerman menamakan penyerbuan ini hanya sebagai "Spaziergang" (jalan santai
pen.), karena Jerman menggilas Belanda -sambil lalu- dalam perjalanan menyerbu Prancis. Setelah menumpas perlawanan singkat tentara Belanda, tentara Jerman melanjutkan penyerangan ke Belgia dan Prancis.
Belanda mendirikan pemerintahan Exil di London. Tanggal 7 Desember 1942, Wilhelmina, ratu Belanda membacakan pidato di radio, yang isinya menjanjikan pemerintahan sendiri kepada jajahannya, India Belanda, apabila Perang Dunia selesai dan Jepang dapat ditaklukkan. Memang kelihatannya sangat lucu, bahwa dia memberikan janji tersebut, setelah India Belanda "diserahkan" kepada Jepang tanpa upaya untuk mempertahankannya. Di kemudian hari, setelah Jepang kalah perang, Belanda berlaku seperti "The sleeping beauty", yang menganggap bahwa masa pendudukan Jepang hanya
sebagai mimpi buruk, dan setelah terbangun, segala sesuatunya akan kembali seperti dahulu.
Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana Menteri. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo Minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1945, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Serangan mendadak tersebut berhasil
menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain
itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur
Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya
luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu
tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika
Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
Perang Pasifik, yang dimulai dengan pemboman Jepang atas Pearl Harbour
tanggal 7 Desember 1941, juga berpengaruh besar terhadap gerakan
kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang
menyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk menguasai
sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang
serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi
seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber
minyak utama.
Kekuasaan Jepang di India Belanda, diawali dengan pendaratan tentara
Jepang di Tarakan tanggal 10 Januari 1942. Balikpapan (Kalimantan) dan
Kendari (Sulawesi) jatuh ke tangan tentara Jepang tanggal 24 Januari
1942, Ambon tanggal 4 Februari, Makasar tanggal 8 Februari, dan
Bandjarmasin tanggal 16 Februari. Bali diduduki tanggal 18 Februari, dan tanggal
24 Februari tentara Jepang telah menguasai Timor.
Seiring dengan penyerbuan ke Singapura, tanggal 13 Februari Jepang
menerjunkan pasukan payung di Palembang, yang jatuh ke tangan tentara
Jepang tiga hari kemudian. Dalam pertempuran di Laut Jawa tanggal 27
Februari 1942 yang berlangsung selama tujuh jam, Angkatan Laut Sekutu
dihancurkan. Sekutu kehilangan lima kapal perangnya, sedangkan Jepang hanya
menderita kerusakan pada satu kapal perusaknya (Destroyer). Rear Admiral
Karel Willem Frederik Marie Doorman, Komandan Angkatan Laut India
Belanda, yang baru dua hari sebelumnya, tanggal 25 Februari 1942 ditunjuk
menjadi Tactical Commander armada tentara Sekutu ABDACOM, tenggelam
bersama kapal perang utamanya (Flagship) De Ruyter.
Penyerbuan Jepang ke Jawa. Belanda menyerah
Pagi hari tanggal 28 Februari 1942, Tentara ke 16 di bawah pimpinan
Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat di tiga tempat di Jawa -di
Banten, di Eretan Wetan dan di Kragan (dekat Rembang)- dan segera menggempur
pertahanan tentara Belanda. Hanya dalam waktu satu minggu, balatentara
Dai Nippon melindas pertahanan tentara Sekutu (AMERIKA, Inggris,
Belanda dan Australia) di seluruh Jawa. Letnan Jenderal Imamura. Imamura
menyatakan, bahwa tentara Sekutu harus menandatangani pernyataan menyerah
tanpa syarat, dan mengancam akan menghancurkan tentara Belanda apabila
tentara Sekutu tidak mau segera menyerah tanpa syarat.
Pada 9 Maret 1942, Letnan Jenderal Hein ter Poorten, Panglima Tertinggi
Tentara Hindia Belanda mewakili Gubernur Jenderal menanda-tangani
pernyataan. Dengan demikian, bukan saja de facto, melainkan juga de jure,
seluruh wilayah bekas India Belanda di bawah kekuasaan dan administrasi
Jepang.
Hari itu juga, tanggal 9 Maret Jenderal Hein ter Poorten memerintahkan
kepada seluruh tentara India Belanda untuk juga menyerahkan diri kepada
balatentara Kekaisaran Jepang. Ter Poorten juga menyerukan kepada
pasukan-pasukan Amerika, Inggris dan Australia untuk menyerah. Dengan
demikian, tentara Belanda secara sangat pengecut dan memalukan, menyerah
tanpa perlawanan sama sekali. Dengan tindakan yang sangat memalukan itu,
Belanda menghancurkan sendiri citra yang puluhan tahun dibanggakan oleh
mereka -mungkin di beberapa daerah bahkan sekitar dua ratus tahun- yaitu
bangsa Belanda/kulit putih tidak terkalahkan. Boleh dikatakan, sang
penguasa yang telah ratusan tahun menikmati dan menguras bumi Nusantara,
menindas penduduknya, kini dengan sangat tidak bertanggungjawab,
menyerahkan jajahannya ke tangan penguasa lain, yang tidak kalah kejam dan
rakusnya. Di atas secarik kertas, Belanda telah melepaskan segala hak dan
legitimasinya atas wilayah dan penduduk yang dikuasainya.
Siang itu juga, Vice Marshall Maltby dan Jenderal Sitwell mengeluarkan
perintah bagi seluruh pasukan Inggris untuk mematuhi pernyataan
menyerah tersebut. Namun tentara Australia di bawah komando Blackburn
memutuskan untuk melanjutkan pertempuran melawan Jepang. Namun mereka hanya
dapat bertahan tiga hari, karena selain datangnya musim hujan dan
kekurangan obat-obatan serta sarana kesehatan lain, pasukannya juga tidak
terlatih dan dipersenjatai untuk perang gerilya di gunung dan hutan.
Akhirnya Blackburn menyampaikan informasi kepada Jenderal Sitwell, bahwa
pasukannya akan menyerah dan seluruh senjatanya akan dimusnahkan sebelumnya.
Pada 10 maret pukul 14.00 jenderal Imamura bersama stafnya berangkat ke
Bandung, dan memanggil seluruh perwira senior Inggris, Amerika dan
Australia ke Bandung. Pada 12 Maret Para perwira senior Inggris, Amerika
dan Australia menandatangani pernyataan menyerah, yang disaksikan oleh
Panglima Tentara Jepang di Bandung, Letnan Jenderal Masao Maruyama, yang
menjanjikan kepada mereka hak-hak dan perlindungan para tawanan perang
sesuai dengan Konvensi jenewa.
Sebelum penyerahan itu, para penguasa "perkasa" yang lain termasuk Dr.
Hubertus Johannes van Mook, Letnan Gubernur Jenderal untuk India
Belanda bagian timur, masih sempat melarikan diri ke Australia. Bahkan
Jenderal Ludolf Hendrik van Oyen, perwira Angkatan Udara Kerajaan Belanda
-yang kegemarannya adalah minum wine (anggur), makanan dan wanita- kabur
dengan kekasihnya dan meninggalkan isterinya di Bandung. Tentara KNIL
yang tidak sempat melarikan diri ke Australia -di pulau Jawa, sekitar
20.000 orang- ditangkap dan dipenjarakan oleh tentara Jepang; sedangkan
orang-orang Eropa lain dan juga warganegara Amerika Serikat, diinternir.
Banyak warga sipil yang dipulangkan kembali ke Eropa dan Amerika.
Tentara pendudukan Jepang pun tidak kalah kejamnya dari tentara
Belanda. Di Pontianak, Kalimantan Barat, terjadi pembantaian atas kaum
intelektual serta tokoh-tokoh masyarakat, yang dianggap menentang kebijakan
tentara pendudukan Jepang. Diperkirakan lebih dari 1000 orang yang tewas
dibunuh oleh tentara Jepang sehubungan dengan hal ini. Penangkapan
pimpinan Indonesia yang dianggap menentang kebijakan Jepang dimulai tanggal
14 April 1943, sedangkan penangkapan besar-besaran dilakukan tanggal 24
Mei 1944, dan eksekusi dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 1944.
Yang menjadi korban keganasan tentara Jepang adalah jajaran tinggi di
masyarakat Kalimantan Barat. Mereka dibawa ke tempat yang kemudian
dikenal sebagai salah satu ladang pembantaian (killing field) di Kalimantan
Barat, yaitu di suatu kamp konsentrasi yang didirikan oleh tentara
Jepang di kawasan hutan pinus dekat desa Kopyang, Kecamatan Mandor,
Kabupaten Landak, sekitar 88 kilometer dari Pontianak. Nampaknya Jepang meniru
langkah Jerman di Eropa, yang mendirikan kamp konsentrasi di Auschwitz,
Polandia, sebagai tempat penampungan orang Yahudi yang ditangkap dari
seluruh Eropa, untuk kemudian dibunuh di sana.
Kaum intelektual, penguasa setempat (Sultan serta Panembahan)
pengusaha, politisi dll. yang menjadi korban tentara Jepang antara tanggal 23
April 1943 - 24 Mei 1944, tidak dapat dipastikan jumlahnya. Angkanya
bervariasi antara 1534 orang sampai 1.838 orang. Namun penduduk Kalimantan
Barat yang tewas selama masa pendudukan Jepang dari tahun 1942 - 1945
berjumlah 21.037 jiwa. Keterangan mengenai hal ini diberikan oleh
Kyotoda Takahashi, salah seorang mantan tentara pendudukan Jepang yang pernah
bertugas di Pontianak, pada tanggal 22 Maret 1977, ketika bersama
rombongan mantan tentara Jepang berkunjung ke Pontianak. Menurut Takahashi,
yang didampingi oleh Tsunesuke Masco, Sadao Hiraga dan Otonihisa Asuka,
data tersebut ada di dokumen perang yang tersimpan di Perpustakaan
Tokyo University dan Kyoto University.
Ketika disidangkan di Mahkamah Militer tentara Sekutu pada bulan
Oktober-November 1945, Yamamoto, Komandan Kempetai di Pontianak mengakui,
bahwa target jumlah pimpinan masyarakat setempat yang akan dibunuh adalah
50.000 orang.
Demikianlah sekilas mengenai keganasan balatentara pendudukan Dai
Nippon di Kalimantan Barat.
Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia
Tanggal 9 Agustus 1945, tiga orang pimpinan PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) Ir. Sukarno, Drs. M. Hatta dan dr. Rajiman
Wedyodiningrat diundang ke Saigon, Viet Nam, untuk menemui Marsekal Hisaichi
Terauchi, Nanyo Gun Saiko Sikikan (Panglima Tertinggi Wilayah Selatan).
Tanggal 11 Agustus, tiga pemimpin Indonesia diterima Marsekal Terauchi
di Villa-nya di Dalat, Vietnam. Atas nama pemerintah Jepang, selain
mensahkan Sukarno dan Hatta sebagai Ketua dan Wakil Ketua PPKI, Marsekal
Terauchi menyampaikan keputusan pemerintah Jepang untuk memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia, dan wilayah kedaulatan Indonesia: Seluruh
wilayah bekas India Belanda. Terauchi bahkan menyetujui, sidang pertama PPKI
dilaksanakan tanggal 18 Agustus 1945.
Pada 14 Agustus tercapai kesepakatan antara pihak Sekutu dengan
Pemerintah Jepang mengenai tata cara penyerahan Jepang, dan Kaisar Jepang,
Hirohito, kemudian mengeluarkan perintah secara sepihak, agar tentara
Jepang segera menghentikan pertempuran, Jepang menyerah tanpa syarat. Namun
Sekutu, terutama Amerika Serikat, tidak langsung menerima penyerahan
Jepang. Hingga akhir Agustus 1945, pesawat-pesawat pembom Amerika Serikat
masih terus membom kota-kota serta pusat-pusat industri di Jepang,
dengan tujuan menghancurkan potensi industri Jepang, agar supaya tidak
dapat lagi membangun kekuatan militer.
Kapitulasi Jepang secara resmi ditandatangani tanggal 2 September 1945,
pukul 09.04, di atas kapal perang AS Missouri, di teluk Tokyo. Serah
terima dari tentara Jepang di Asia Tenggara dilaksanakan di Singapura
pada tanggal 12 September 1945, pukul 03.41 GMT. Admiral Lord Louis
Mountbatten, Supreme Commander South East Asia Command, mewakili Sekutu,
sedangkan Jepang diwakili oleh Letnan Jenderal Seishiro Itagaki, yang
mewakili Marsekal Hisaichi Terauchi, Panglima Tertinggi Balatentara
Kekaisaran Jepang untuk Wilayah Selatan.
Sementara itu, para pemimpin bangsa Indonesia, pada 17 Agustus 1945
menyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia, sehari kemudian pada 18 Agustus
mensahkan UUD '45 dan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dengan
demikian terpenuhi persyaratan pembentukan suatu negara, yaitu:
1. Ada wilayah,
2. Ada penduduk, dan
3. Ada pemerintahan.
Sejarah mencatat, bahwa Belanda masih berusaha menjajah Indonesia
kemabli, dan tidak mengakui pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah
usai Perang Dunia II, Belanda belum memiliki Angkatan Perang yang
cukup, untuk menguasai wilayah seluas Indonesia, oleh karena itu Belanda
membuat perjanjian dengan Inggris pada 24 Agustus 1945 di Chequers,
Inggris, yang isinya a.l. mewajibkan Inggris membantu "membersihkan" kekuatan
bersenjata Republik Indonesia, dan setelah itu diberikan kepada NICA
(Netherlands Indies Civil Administration).
Kekuatan tentara Inggris sebesar 3 Divisi ternyata tidak mampu
"mengamankan" seluruh Sumatera dan Jawa karena hebatnya perlawanan bersenjata
rakyat Indonesia, bahkan diperlukan lebih dari satu Divisi, yaitu Divisi
5 dan dengan dukungan Angkatan Laut dan Angkatan Udara untuk mematahkan
perlawanan rakyat Surabaya pada bulan November 1945. Perlawanan rakyat
Indonesia di Ambarawa pun tidak kalah hebatnya, sehingga pimpinan
militer Inggris menyadari, bahwa masalah RI tidak dapat diselesaikan dengan
kekuatan senjata, dan mereka terpaksa menekan Belanda untuk menyetujui
perundingan dengan pihak Republik.
Namun di wilayah timur Indonesia, dua Divisi tentara Australia ternyata
dapat "membersihkan" kekuatan bersenjata pendukung RI, dan secara resmi
pada 13 Juli 1946, tentara Sekutu menyerahkan seluruh wilayah timur
Indonesia kepada NICA, dan pada 15 - 25 Juli 1946, Belanda menggelar
"Konferensi Malino", dekat Makassar, di mana diundang orang-orang Indonesia
yang sebagian besar pro Belanda. Konferensi ini dilanjutkan dengan
"Konferensi Besar "di Denpasar pada 18 - 24 Desember 1946, yang
menghasilkan berdirinya Negara Indonesia Timur.
Setelah itu, politik adu-domba Belanda berjalan terus, dan Belanda
"berhasil" membentuk negara-negara boneka yang dipimpin oleh orang-orang
Indonesia yang patuh kepada Belanda. Bahkan dalam perundingan di atas
Kapal Perang AS, Renville, yang dimulai pada 8 Desember 1947, delegasi
Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL Raden Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
Selama ini, banyak sejarawan Indonesia mengambil referensi dari
buku-buku yang ditulis oleh Belanda atau sekutu-sekutunya. Jelas, sebagian
besar ditulis dari sudut pandang dan kepentingan Belanda. Bagi
generasi-generasi Indonesia mendatang, hal ini tentu sangat berbahaya, oleh karena
banyak terjadi pemutarbalikan fakta dan data. Oleh karena itu bangsa
Indonesia kini perlu meneliti kembali sejarah bangsanya dan menulis untuk
kepentingan bangsa, terutama bagi generasi-generasi mendatang. Termasuk
untuk mengetahui akar permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat
ini.
Demi martabat bangsa Indonesia, seluruh komponen anak bangsa harus
berjuang untuk menekan Pemerintah Belanda, agar mengakui 17 Agustus 1945
sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan bukan 27 Desember 1949.
Sebenarnya tindakan yang sangat tidak bersahabat ini merupakan penghinaan
terbesar bagi satu bangsa yang berdaulat.
Selain itu, masalah-masalah pelanggaran HAM berat yang dilakukan
tentara Belanda, terutama setelah pernyataan kemerdekaan pada 17 Agustus
1945, perlu diangkat ke tingkat internasional, karena selama ini,
pelanggaran-pelanggaran HAM berat seperti pembantaian Westerling di Sulawesi
Selatan tidak pernah dibicarakan di tingkat internasional.
Untuk Kejahatan Atas Kemanusiaan (crimes against humanity) tidak ada
kadaluarsanya, dan dapat dibahas kembali. Di Eropa, masalah yang selalu
aktual adalah periode 1939 - 1945, yaitu masa pendudukan Jerman di
beberapa negara Eropa, termasuk Belanda. Hingga sekarang, penjahat-penjahat
perang orang Jerman yanhg melarikan diri, masih tetap diburu. Sedangkan
yang akan kita tuntut adalah peristiwa-peristiwa yang "lebih muda"
dibandingkan yang mereka tuntut.
===================================================================================Pada
20 Mei 2005, KOMITE UTANG KEHORMATAN BEュLANDA menuntut Peュmeュrintah
Belanda untuk:
Perュtama, Mengakui Kemerュdekaan Repuュblik Indoュnesia 17 Agustus 1945;
dan
Keュdua, Meminta Maaf Keュpaュda Bangsa Indonesia atas Penュjajahan,
Perbudakan, Peュlangュgaュran HAM Berat dan Kejahatan Atas Kemanusiaan.
Bagi yang mendukung petisi terュsebut melalui internet (petisi-onュline),
mohon mengisi nama daュlam daftar petisi dengan alamat
http://www.PetitionOnline.com/brh41244/petition.html.
Klik: Sign the petition,
Klik: Preview your signature,
klik: Approve signature,
Selesai (Email Anda tidak muncul pada display).
No comments:
Post a Comment